Seni Menikmati Pengangguran

Dariku, seseorang yang tahu rasanya kehilangan arah, memilih untuk duduk dan menatap bintang... karena, ya, masih ada bintang, Hahaha..

Aku Tidak Produktif dan Dunia Tidak Kiamat

Aku Poltak, pendongeng miskin yang sering dianggap pengangguran hanya karena sedang berpikir

Okayy ku bangun siang lagi. Karena begadang membangun mimpi? oh tentu saja tidak, hanya karena semalam aku terjebak memikirkan kenapa hidup terasa seperti skripsi yang tak pernah selesai. Kubuka mata pelan-pelan, melihat jaring laba-laba menggantung masih di titik yang sama. Aku sempat heran, bagaimana dunia bisa tetap berjalan, padahal aku sama sekali tidak berkontribusi pagi ini? Kupikir tadi malam, setidaknya bumi akan oleng sedikit hahah 

Mungkin ada notifikasi: “Maaf, sistem gagal. Poltak tidak mengisi to-do list hari ini, Hahaha.” Tapi tidak. Burung masih berkicau. Warung ibu sukarti masih buka, ibu Murti masih rajin bersih-bersih biara, anaknya juga masih memanaskan motor satriafu-nya, dan listrik tetap nyala. Sial...ternyata aku tidak sepenting itu.

Kupikir dunia akan kiamat kalau aku tidak produktif. Kupikir algoritma semesta akan rusak kalau aku tidak membuat progress. Kupikir nilai diriku ditakar dari seberapa sibuk aku terlihat, seberapa sering aku membagikan aktivitas ke media sosial, dan seberapa banyak aku bisa menjawab: “Lagi sibuk nih,” ketika ditanya kabar.

Ternyata TIDAK.

Ternyata, dunia ini sudah terbiasa hidup tanpa kehadiranku. Sudah terbiasa dengan manusia yang pura-pura kuat, pura-pura semangat, padahal sudah lelah jauh sebelum alarm bunyi.

Waktu itu aku pikir, kalau aku tidak bekerja keras hari ini, aku akan tertinggal. Tapi, TERTINGGAL dari siapa? Entahlah. Mungkin dari versi diriku yang ada di TIMELINE orang lain. Versi yang katanya sudah sukses, punya rumah, punya pasangan ideal, punya pencapaian, dan punya rencana hidup yang rapi seperti bullet journal. Sementara aku? Ahh entahlah...

Waktu itu aku iri. tapi kemudian aku sadar, banyak dari mereka hanya terlihat sibuk, padahal juga sedang kelelahan, tapi tak berani berhenti karena takut dicap gagal.

Kita ini sedang hidup di zaman yang salah: zaman di mana rebahan dianggap kelemahan, menangis dianggap tidak profesional, dan merasa hampa dianggap penyakit yang harus cepat-cepat diobati,  bukan dijadikan jeda untuk MENGENAL diri.

Dulu aku suka bertanya pada diri sendiri, apa gunanya aku di dunia ini kalau aku tidak bisa jadi hebat? Tapi sekarang aku tahu, mungkin aku berguna justru karena aku tidak ikut-ikutan. Tidak ikut-ikutan memaksa hidup bergerak lebih cepat dari jantungku sendiri.

Aku duduk di pojok hidupku. Tidak mengisi seminar. Tidak melamar kerja hari ini. Tidak mengirimkan naskah. Tidak belajar hal baru. Tapi aku mendengarkan suara hujan. Aku melihat semut berjalan di meja. Aku MEMAAFKAN diri sendiri. Dan itu tidak terlihat hebat, tapi itu MENYELAMATKANKU.

Siapa bilang produktivitas adalah ukuran utama keberadaan? ada orang yang sangat sibuk, tapi tidak tahu kenapa ia sibuk. Ada orang yang bekerja keras, tapi tidak tahu untuk siapa. Ada orang yang kelihatan sukses, tapi tak pernah bisa tidur tenang. 

Dan ada aku, yang tidak produktif hari ini, tapi masih bisa merasa lapar, masih bisa merindukan seseorang, masih bisa menulis ini dengan jari yang sedikit gemetar tapi jujur. Barangkali, itu cukup. Barangkali, menjadi manusia tidak harus diukur dari output. Agaknya, cukup dengan tidak MENYAKITI siapa-siapapun hari ini, kita sudah berjasa. nah mungkin...hanya mungkin... dunia tidak butuh lebih dari itu.



Biara Murti 127B 

_Poltak, Sipendongeng miskin yang tak berwawasan 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta disatu ketika

ada apa dengan Krisna? [selain semua hal yang nggak penting]"

mamakku, oppung si windy || antara rekonstruksi hati