[Podah Part II] Untuknya yang suka sok AKRAB!...
(Catatan lirih dari Poltak, yang menulis dengan hati, memandang langit dan mencatatkan keresahan di atas tanah).
Malam tadi, angin membisikkan sebuah pelajaran yang lembut di telingaku, tentang seseorang yang datang dengan langkah tergesa, tapi ingin diterima, seolah langit telah lebih dulu merestui kehadirannya. Kau datang seperti pagi yang tak sabar mengusir embun. Padahal di kota ini, orang-orang sedang belajar berdamai dengan sunyi. Mereka sedang menata ulang hatinya yang pernah diacak-acak oleh pendekatan yang pura-pura.
Aku duduk di selasar petang itu, melihatmu mencoba terlalu keras untuk menjadi bagian dari kehidupan yang belum tentu ingin kau pahami. Kau bertanya, kau menggali, kau menilai terlalu cepat. Seolah manusia bisa dibaca seperti buku, seolah kasih bisa diukur dari frekuensi pertemuan, seolah keakraban bisa tumbuh dari sekadar basa-basi yang terlalu cepat disemai. Padahal, ada rasa yang tidak akan tumbuh jika dipaksa. Ada jarak yang justru semakin menjauh jika terlalu sering kau dekati dengan niat yang tak kau sadari menjadi arogan.
Orang-orang di sini...mereka tak butuh penceramah baru. Mereka butuh teman yang tahu caranya menjaga diam. Bukan karena tak peduli yaa, tapi karena tahu bahwa luka tidak disembuhkan dengan tanya, melainkan dengan kehadiran yang tidak mengganggu. Jangan datang dengan haus akan penerimaan. Karena kalau caramu adalah memohon tempat di hati orang lain, maka kau akan kehilangan keindahan menjadi pribadi yang utuh. Penerimaan itu seperti daun yang gugur, ia jatuh pelan-pelan, lalu menyatu dengan tanah tanpa pernah mengeluh.
Aku sipendongeng, yang hanya punya sepotong pengalaman hidup yang diajarkan waktu, bahwa manusia tidak perlu terburu-buru untuk dicintai. Cukuplah menjadi seseorang yang patut dihormati tanpa perlu menyuruh orang menghormatinya. Jangan paksa orang membuka hatinya. Karena hati bukan gerbang logika, ia adalah taman kecil yang hanya bisa dimasuki oleh mereka yang datang dengan langkah yang PELAN DAN JIWA YANG TENANG.
Malam ini, aku ingin mengatakan satu kalimat terakhir untukmu, entah siapapun kau,“Berhentilah ingin diterima, seperti burung yang mengiba pada langit. Jadilah angin yang lembut, yang hadir tanpa disuruh, yang singgah tanpa mengganggu, dan yang pergi tanpa merusak apa pun.” Karena hanya mereka yang tahu caranya merendah, yang akan DITINGGIKAN oleh waktu dan DIKENANG oleh cinta.
Selesai. sekian dulu pesan dari, Sipoltak pendongeng miskin yang tak berwawasan| dalam seri ladang 1981: Atap tanah Djawa 23-A
Komentar
Posting Komentar