Ketika Aku Bukan Siapa-siapa
Okay, mari kita duduk sebentar di bawah langit yang luas ini, dan membiarkan cerita ini keluar dari celah-celah sunyi yang sering kita abaikan. “Ketika Aku Bukan Siapa-siapa”, adalah tentang berdamai dengan menjadi biasa, menjadi kecil, dan tetap bermakna meski tak disorot.
Oleh Poltak, pendongeng miskin yang tak berwawasan
Ada satu malam yang tak akan kulupa. Aku duduk di warung wedang jahe dekat kampus. Di meja seberang, anak muda berdasi bicara lantang soal proyek, target, angka. Tangannya sibuk membuka layar laptop, seolah dunia sedang menunggu perintahnya. Aku hanya mengaduk air jahe tawar dengan sendok stainless. Tak ada yang memperhatikan.
Lalu tiba-tiba, kalimat itu muncul dalam pikiranku, seperti embun di kaca: “Poltak, udah kek mana kau?”
Pertanyaan itu sederhana, tapi tidak ringan. Karena saat hidup makin bising dengan kata capaian, influence, branding diri, eksistensi_ aku malah menyadari satu hal: aku bukan siapa-siapa. Tak punya jabatan. Tak viral. Tak ditunggu-tunggu oleh siapa pun. Bahkan kadang, kalau aku hilang seharian, dunia pun tetap berputar dengan sempurna. Attar kek gitulah kira-kira.
Tapi anehnya, justru di situ aku menemukan kedamaian. Karena menjadi bukan siapa-siapa, ternyata bukan kutukan. Ia bisa menjadi berkah, jika kau tahu caranya DUDUK DIAM dan MENDENGARKAN HIDUP. Banyak yang bilang manusia harus punya nama. harus punya pencapaian. harus dikenal. Tapi aku justru menemukan orang-orang paling tulus justru datang dari sudut-sudut dunia yang sepi.
Penjual gorengan yang menghafal nama pelanggannya. Nenek tua yang menyisihkan beras untuk kucing liar. Kakek tua yang tiap pagi menyapu jalanan, bukan karena gaji, tapi karena ingin jalan itu bersih untuk dilalui orang lain. Mereka, seperti aku, mungkin bukan siapa-siapa. Tapi apakah hidup mereka kurang bermakna?
Seorang filsuf pernah berujar, identitas sejati bukan yang dikenal orang, tapi yang kita temukan dalam KEHENINGAN. Dan keheningan hanya muncul saat kita berhenti berusaha terlihat PENTING.
Maka aku pun mulai menulis bukan untuk dikenal. Bercerita bukan untuk dipuji. Tersenyum bukan karena ingin dinilai baik. Aku mulai menjalani hidup tanpa tanda seru, cukup dengan titik-titik yang pelan dan mengendap.
Menjadi bukan siapa-siapa artinya aku bebas. Bebas dari beban harus selalu MEMBUKTIKAN DIRI. Bebas dari perang batin antara apa yang aku inginkan dan apa yang diharapkan orang. Dan pelan-pelan aku sadar, orang yang paling sering mengajarkan aku tentang hidup justru mereka yang tidak banyak bicara. Tidak punya pengikut ribuan. Tidak pernah viral. Tapi tatapan matanya teduh. Kehadirannya ringan. Ucapannya sederhana, tapi mengendap lama di hati.
Maka jika suatu hari aku mati, dan tak ada yang menulis tentangku di media sosial, itu tidak apa-apa. Asal aku pernah membuat satu orang merasa sedikit lebih damai, sedikit lebih dilihat, sedikit lebih dihargai di tengah hidup yang keras ini. Itu cukup. Karena kadang, menjadi bukan siapa-siapa... adalah cara paling jujur untuk hadir sepenuhnya sebagai diri sendiri.
_poltak, sipendongeng miskin yang tak berwawasan
Komentar
Posting Komentar