Mengapa Kita Lebih Takut Gagal di Mata Orang Lain, daripada Gagal di Mata Sendiri?

 

Kenapa ya, kita lebih takut gagal di mata orang lain, daripada gagal di mata sendiri?

Menurut pandanganku|sipoltak, pendongeng miskin yang tak berwawasan.

Takut Gagal? Tapi, takut sama siapa sebenarnya? 🤔 Lucu ya kita ini, kalau dipikir-pikir, lebih takut orang lain kecewa sama kita, daripada takut kecewa sama diri sendiri. Kita lebih ngilu waktu dilirik sinis sama tetangga, daripada waktu ngaca dan sadar kita makin jauh dari apa yang dulu kita impikan.

Kenapa bisa kek gitu?

Karena sejak kecil, kita diajarin untuk tampil baik duluan, baru berpikir soal isi. Nilai bagus, biar disayang guru. Sopan di depan orang tua, meski hati lagi meledak. Pakai baju rapi, meski dalamnya berantakan. Kita tumbuh jadi manusia yang terbiasa “DIPERTONTONKAN.” Bukan manusia yang terbiasa berdialog dengan batinnya sendiri.

Jadi wajar aja, waktu kita gagal, reaksi pertama bukan, “Aku kenapa ya?” tapi, “Astaga, gimana kalau orang tahu?”

Padahal orang-orang itu, kadang cuma nonton. Nggak semua benar-benar peduli. Tapi anehnya, kita tetap kasih mereka KEKUASAAN besar atas hidup kita. Kita ijinkan mereka mengatur arah, walau mereka bahkan tidak ikut berjalan.

Ahli sosiolog pernah bilang, di zaman sekarang, martabat manusia tergantung pada citra yang bisa dia jual.

Kita ini kayak penjual diri, bukan dalam arti murahan, tapi dalam arti terlalu sibuk memasarkan versi yang bisa diterima pasar. Versi yang bisa dibanggakan di pertemuan keluarga, yang cocok jadi caption, yang bikin iri mantan.

Celakanya, kegagalan itu nggak laku dijual. Makanya kita SIMPAN SENDIRI rasa gagal itu, kita bungkus rapat-rapat. Kita pura-pura sibuk, kita upload prestasi lama, kita alihkan pembicaraan. Asal jangan sampai mereka tahu bahwa kita sedang tak baik-baik saja.

Padahal, gagal di mata sendiri itu lebih BERBAHAYA. Soalnya yang satu itu sunyi. nggak ada yang ingatkan. nggak ada yang maki. nggak ada yang ngasih semangat. Cuma diri sendiri, yang kadang udah kehabisan tenaga buat JUJUR.

Gagal di mata sendiri itu kayak sakit yang nggak kelihatan. nggak ada luka, tapi nyerinya nempel DI TIAP langkah. dan lama-lama, kita terbiasa hidup dengan KEBOHONGAN kecil yang makin membesar. Sampai suatu hari, kita berhenti percaya sama diri sendiri. Itu jauh lebih ngeri daripada dimaki netizen.

Ada pandangan menarik dari psikologi eksistensial katanya gini: Manusia modern kehilangan pusat hidupnya, karena terlalu sibuk mencari validasi di luar dirinya. Dia terus menuntut pengakuan, padahal yang dia butuhkan sebenarnya: PENGAMPUNAN DARI DIRI SENDIRI.

Kita semua pernah salah langkah. tapi bukan langkahnya yang bikin sesat, melainkan waktu kita terus memaksakan senyum, dan menolak berhenti sejenak untuk berkata, 

“Aku gagal, dan itu nggak apa-apa.”

Kalau orang lain kecewa, mereka akan lupa. Tapi kalau kau sendiri kecewa pada hidup yang kau jalani, kau akan MEMBAWA beban itu kemana-mana. Jadi mulai sekarang, coba balikkan arah cermin. Bukan soal apa kata mereka, tapi APA KATA HATIMU. Sebab di akhir hari, yang harus berdamai dengan rasa gagal itu bukan dunia, tapi kau SENDIRI.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta disatu ketika

ada apa dengan Krisna? [selain semua hal yang nggak penting]"

mamakku, oppung si windy || antara rekonstruksi hati