Frans!! Mekanik Vario 150, dan AMER pembasuh luka!


UJUNG BUMI ITU MASIH ADA – BAGIAN 2

“Kami adalah orang-orang gila yang masih tersisa di muka bumi ini.”

Ada masa dihidup saya, ketika satu-satunya alasanku percaya dunia ini layak ditertawakan, adalah Frans Girsang.

Aku ingat, dulu kami seperti tidak punya rem hidup. Kalau hidup adalah jalur bebas hambatan, kami adalah dua makhluk liar yang ngebut tanpa helm, tanpa sabuk pengaman, kadang tanpa tujuan. Dan anehnya: kami BAHAGIA

Hidup bersama Frans itu seperti naik motor rem blong: menakutkan, tidak masuk akal, tapi sangat berkesan. Dia gak peduli sama IPK, tidak peduli pada teori, dan sangat tidak peduli pada sopan santun akademik. Tapi entah kenapa, hidup bersamanya terasa sangat... hidup.

Frans selalu bilang: “Bang, hidup itu kayak motor tua. Selama masih bisa nyala, gas terus.

Frans memang lebih muda, adik kelas, tapi bukan adik kelas biasa biasa. Dia PARTNER IN CRIME. Kalau Frans nyetir, aku sudah tahu: nyawa harap ditinggal di dashboard. Dari semua mobil yang pernah kami rental, tak ada satupun yang tak jadi korban. Frans nyetir bukan pakai tangan, tapi pakai PERASAAN ditambah dendam masa lalu.

“Bang, kita tes rem belakang ya. Tapi sambil ngebut.” habis itu tarik rem tangan, jadilah menggasing gasing. NGEDRIFT

“Ehe Frans, itu bukan tes. Itu bunuh diri, longorr.”

Tapi TETAP GAS!

Pernah suatu sore, Frans nyeletuk: ‘Maut pun memuntahkan kita dari alamnya bang.’ dan entah kenapa, Aku percaya.

Kami pernah nekat ke Surabaya naik bus Sugeng Rahayu. bukan karena ada urusan. bukan karena wisata. Tapi hanya karena ingin rasakan BATAS ANTARA hidup dan mati. Frans ingin tahu, bagaimana rasanya “nyawa digantung di spion”.

Delapan jam penuh klakson dan tikungan tajam. Sampai Surabaya, ngopi sebentar di terminal, lalu langsung balik Semarang lagi, idiot bukan. 

“Bang, perjalanan ini adalah doa kita yang paling jujur.”

“Doa untuk apa?” tanyaku..

“Untuk tetap waras di dunia yang sudah lama gila.” 

Tiap kali Frans punya uang, walau cuma tiga ratus ribu, dia pasti bilang,

Ayo bang, ke Dieng.’ dan seperti biasa, aku nggak perlu ditawari dua kali. GASSSS!!!

Mobil Innova Reborn, jalanan berliku, kabut yang turun cepat, dan lagu-lagu Narta Siregar,Iche Ginting, Plato Ginting, dan Averiana br Barus, yang diputar Frans sepanjang jalan. 

Siang kami makan di warteg langganan, Frans selalu pesan tahu bacem, dan air es penyejuknya. 

“Bang, mau-nya mati da kalau lapar ini kutahan. Darahkupun butuh tahu bacem.” keluhnya dengan kumis bergetar. 

Setelah makan, ritual berikutnya: beli air tebu, duduk di pinggir jalan sambil bahas masa depan. Masa depan yang… yaa makin dibahas, MAKIN KABUR. 


TAPI semua cerita itu dimulai dari Inde-Kost Murti No. 127B. Aku dikamar 7. Frans kamar 6.

Kamarnya Frans seperti markas tentara gerilya, penuh baju di lantai, poster Marc Márquez, salib besar dari cat piloks seperti pengingat bahwa hidup ini keras dan penuh dosa, dan bor listrik yang entah fungsinya untuk apa.

“Ini kamar kos apa bengkel darurat, Frans?”

“Bang, ini zona kreatif.” katanya bangga 

Lantainya berpasir, seriusss. Kalau kau nyeker, lantai itu lebih kejam dari jalan menuju neraka. SUMPAH

Jurusan kuliah dia Sistem Informasi Perpustakaan. Tapi kalau dengar dia ngomongin mesin, rasanya aku ingin lapor ke kampus: "Pak, anak ini salah jurusan. Tolong transfer ke teknik mesin atau NASA sekalian. 

Pernah aku kenalkan dia ke orang lain sebagai anak TEKNIK MESIN, dan semua langsung percaya. Wajar. dengan tangan belepotan oli, rambut acak-acakan, dan bau knalpot melekat di tubuhnya, dia lebih cocok duduk di bengkel daripada ruang kuliah.

 Frans bisa betulin motor cuma dari suara. “dengar itu bang, piston!!. Piston yang kenak itu bang.” Aku jadi curiga dia bisa ngobrol sama logam.

aku percaya. Karena tiap kali Frans ngomong soal mesin, dia kayak dukun yang kerasukan ilmu teknik mesin, meskipun jurusannya: Sistem Informasi Perpustakaan

Anehnya.. dia bisa betulkan mesin apa saja. Motor Revo tua, kuda besi lelah, bahkan kompresor bocor, semua bisa hidup kembali lewat tangan Frans, si mahasiswa ilmu perpustakaan. Aku heran, kok bisa seseorang lebih jago bedah mesin daripada bedah literatur?. Entahlah 

Dalam dunia akademik, Frans adalah outlier. Dikehidupan sehari-hari, dia adalah glitch dalam simulasi. Nilai IPK-nya? tidak penting. yang penting, Vario 150 rusak langsung dikipas, dibongkar, dan diruwat dengan oli bekas dan keyakinan penuh. Jangan harap dia bisa presentasi PowerPoint, tapi kasih dia obeng dan mesin bubut, dia jadi DUKUN OTOMOTIF dengan kepercayaan diri seperti montir Pakistan. 

Di muka bumi yang semakin dipenuhi oleh gelar sarjana tanpa keterampilan, Tuhan menciptakan Frans Girsang, seorang mahasiswa Sistem Informasi Perpustakaan yang secara misterius justru lebih layak menyandang gelar Master of Vario 150 Engineering. Sungguh, jika ada kejuaraan dunia membetulkan Vario 150 dengan obeng tumpul dan doa nekat, Frans akan pulang bawa piala dan menginjak-injak podium dengan sandal swallow sobeknya.

oh iya, ngomongin soal motor Vario 150, itu bukan sekadar motor bagi Frans. Itu adalah kitab suci beroda dua. Sebuah wahyu mekanis yang hanya bisa dibaca oleh nabi-nabi yang terpilih, dan Frans, tentu saja, adalah salah satunya. Saat motor orang lain mogok, Frans hanya perlu duduk, tarik napas, dan mendengarkan bisikan mesin. Lalu, seolah-olah sedang menerima bisikan malaikat Jibril versi bengkel, dia akan berkata pelan, “Ini ECU-nya minta disayang, bang.” Tidak jelas maksudnya, tapi herannya, setelah itu motor hidup lagi. SAKTIKAN.

Dia punya teknik MEMBETULKAN Vario yang tidak diajarkan di manapun, bahkan di kursus resmi. Pernah dia hanya mengipas bagian CVT sambil bersenandung lagu rohani, dan entah bagaimana, suara mesin kembali merdu, seolah baru keluar dari pabrik. Aku pernah tanya, “Kenapa kau kipas, Frans?” Dia jawab, “Biar dia tenang dulu, bang, motor ini terlalu stres.” Kupikir dia bercanda. Sampai mesin itu benar-benar hidup lagi lima menit kemudian, cobalah bayangkan Ha ha ha 

Lucunya, aku pernah jatuh dari Vario 125 saat perjalanan ke Kopeng, licin karena hujan. dan dengan ikhlasnya aku mengadu dan bercerita samanya, tulus dan tanpa ekspresi, Frans cuma komentar, “Memang Vario gak bisa dipakai kalau hujan bang.” Sampai sekarang aku masih memikirkan pernyataan itu. tidak ada penjelasan teknis, tidak ada data. Hanya sebuah keyakinan penuh yang tak terbantahkan, diucapkan seperti sedang menyampaikan dogma suci. Seolah-olah hujan dan Vario memang dua entitas yang tidak ditakdirkan bersama. Dia seperti pendeta yang sedang membacakan larangan kitab suci: “Dan janganlah engkau mengendarai Vario dalam hujan, wahai anak manusia.” Hahahaa.. 

Frans adalah manifestasi hidup dari paradox akademik. Dia kuliah di jurusan perpustakaan, tapi satu-satunya hal yang dia KATALOGKAN dengan benar hanyalah suku cadang Vario. Busi, roller, fan belt, semua dia hafal lebih fasih dari teori informasi digital. Dia bahkan bisa membuat diagnosa mesin hanya dari melihat raut muka si pemilik motor. “Mmm... ini Vario kau kayaknya sering kau pakai bonceng orang yang belum jelas hubungan ya, mas?” Begitulah Frans, montir, cenayang, dan tukang becanda dalam satu tubuh.

Kalau kau punya Vario 150 dan kau merasa ada yang janggal, jangan bawa ke bengkel. Cari Frans Girsang. Serahkan motormu padanya, duduklah dengan tenang, dan dengarkan dia menggumam sambil membongkar mesinmu. Kau takkan paham apa-apa, tapi pada akhirnya, motor itu akan hidup kembali, dan mungkin, HIDUPMU JUGA.

Kalau soal gaya hidup, Frans hidup seperti sedang main slowly mode. Makan sering, tidur terlalu sering, dan kebersihan... ya, kebersihan itu konsep asing baginya. Tapi satu hal yang tak pernah dia lupakan: TAHU BACEM. Itu sakral. Kalau dia sudah lapar, ekspresinya seperti pendeta yang kehilangan Injil. masih dengan kata kata handalnya,“Maunya mati da bang kalau lalap nahan lapar,” katanya sambil menatap warung Tegal dengan mata penuh iman. 

Yah begitulah...Frans Girsang adalah bukti bahwa hidup tak selalu logis, dan mungkin itu yang membuatnya begitu penting untuk diingat. dia tidak cocok di jurusannya, kamarnya tidak cocok untuk MANUSIA, dan hidupnya tidak cocok untuk DITIRU. Tapi entah bagaimana, semua ketidakcocokan itu justru menjadikannya manusia yang PALING HIDUP yang pernah aku kenal.

Dan saat dunia mulai terasa membosankan, aku cukup mengingat Frans Girsang, sang pustakawan palsu, sang dukun mesin, sang pengacau kamar, dan SAHABAT SEJATI dalam absurditas hidup.

Dan dia memang BISA SEMUANYA… kecuali bicara di depan umum.

Doa pembuka? Jangan suruh dia.

Tapi nyetel karburator, bongkar Vario, atau bedakan suara knalpot racing dan standar? Wah, itu dia. Tangannya dingin, hidungnya tajam, pendengarannya seperti mekanik Pakistan.

Tapi bukan cuma gila yang kami bagi bersama, JUGA LUKA .

Frans pernah mabuk berat karena patah hati. Cewek Manado, cantik dan kalem, entah kenapa meninggalkannya. aku  menemukan dia jam satu pagi, terkapar di depan kos cewek, mulut bau anggur merah gold, muntah-muntah.

“woiii Frans, yang gilakknya kauu!”

aku menamparnya. “buat malu kau!”

Tapi tetap digendong pulang. Dibersihkan dan dibereskan.

“Frans, sesayang itu kau sama dia?.” 

Frans pun hanya merespon dengan mengayunkan tangannya sambil nyanyi lagu puji syukur nomor-t330 Dengan Gembira, seolah olah dia dirigen koor misa di gereja. memang loak kali dia waktu itu.

Dan malam itu, Aku sadar satu hal: Frans mungkin GILA, tapi hatinya LEMBUT. Kegilaannya bukan tanpa sebab. Ia lahir dari KETULUSAN, dari luka, dari keinginan untuk tetap hidup meski dunia berkali-kali TIDAK BERSAHABAT. Dari sekian banyak keanehan yang pernah dilimpahkan TUHAN kepada umat manusia, Frans Girsang mungkin adalah yang paling niat. Dia bukan sekadar aneh, dia adalah ensiklopedia keganjilan hidup yang tidak pernah sempat disunting. 

Jadi, kalau suatu hari dunia ini mendadak terlalu normal dan steril, ingatlah: di suatu titik sejarah pernah hidup seorang Frans Girsang, penyembuh Vario, penghuni kamar horor, pustakawan tersesat, dan montir yang dilahirkan dari tawa Tuhan itu sendiri.

Kini Frans sudah kembali ke tanah Karo. Ia tak lagi ngebut di jalanan kota, tapi ngebut di kebun jeruk, cabai, kentang sambil OFF-ROAD dengan L200 gagah yang ditungganginya. Ia jual papan bunga, buka toko kelontong. MUNGKIN juga masih jadi dukun mesin yang handal, Tapi aku tahu, di dadanya masih TERTANAM semangat anak Murti No. 127B. anak motor. anak yang percaya kalau hidup harus DICICIPI SAMPAI BATASNYA.

Dan di kota ini, Aku masih bertahan. Menanti satu pesan dari Frans: 

“Bang, kita gaskan ke ujung bumi??.”

Karena beberapa tempat memang tak pernah benar-benar ditinggalkan. Dan beberapa sahabat tetap hidup di dalam hati, bahkan saat mereka jauh, bahkan saat semuanya berubah.

Frans Girsang, Gila, nekat, konyol, tulus. dan Aku tahu, selama masih ada orang-orang seperti dia di muka bumi ini, dunia tak akan benar-benar membosankan. “Mungkin dunia tak pernah siap menampung orang-orang seperti kami. Tapi kami tidak peduli. kami telah hidup. Telah nekat. Telah saling jaga”. 

Dan saat nanti rambut telah memutih, Aku tahu, satu nama akan tetap membuatku tertawa dan meneteskan air mata: Frans Girsang. Teman seperjalanan. Saudara dalam gila. Orang yang pernah berkata: “MAUT PUN MEMUNTAHKAN KITA DARI ALAMNYA.”



__Poltak pendongeng miskin yang tak berwawasan 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta disatu ketika

ada apa dengan Krisna? [selain semua hal yang nggak penting]"

mamakku, oppung si windy || antara rekonstruksi hati