tertinggal dihati yang SALAH,,•
"tertinggal dihati yang SALAH,,•
Malam turun di kota kecil yang telah lama kehilangan cahaya lampunya. Hujan gerimis merambati jendela warung kopi yang setia menjadi saksi percakapan paling jujur yang tak sempat ditulis sejarah. disudut bangku kayu yang sedikit goyang, duduk Poltak, menggenggam cangkir yang lebih hangat dari tangannya sendiri.
Di depannya duduk Marsha. Perempuan dengan mata yang pernah membuat dunia Poltak porak poranda, tapi malam ini, mata itu menatap dengan penuh tanya, seolah menunggu penjelasan yang terlalu berat untuk diberikan, terlalu rapuh untuk dibungkus dengan kalimat sederhana.
Poltak menghela napas. Perlahan, seperti orang yang baru saja selesai berlari dari bayang-bayangnya sendiri. Lalu ia bicara, tidak dengan suara lantang, melainkan dengan bunyi yang nyaris patah:
"Bukan kebal, Marsha… tapi semuanya udah tertinggal di satu orang, Ga ada lagi yang tersisa untukku yang bisa kubawa ke tempat lain."
Kata-katanya jatuh seperti hujan di pekuburan: pelan, tapi menghunjam sampai ke akar. Marsha tak bertanya siapa orang itu. Ia tahu. Dan mungkin, itu sebabnya matanya tiba-tiba jadi berkaca, tapi tidak jatuh sebagai air mata. Karena mereka berdua sama-sama tahu, kisah ini bukan tentang dua orang yang saling kehilangan, tapi tentang satu orang yang sejak awal hanya singgah.
Poltak mencintainya telah lama. Dalam diam yang terlalu dalam untuk diselami, terlalu sunyi untuk didengar. Ia mencintai seseorang yang tidak bisa ia miliki, tidak boleh ia miliki. Seseorang yang menjadi rumah, tapi tak pernah memberi izin untuk pulang. Dan ketika akhirnya ia sadar bahwa semua harapan itu sesat, segalanya sudah HABIS. hati, kepercayaan, bahkan kemampuan untuk mencintai kembali, semua sudah habis, yang tersisa hanyalah kenangan yang menjelma menjadi debu di lorong-lorong sepi dalam dirinya.
Ia tidak membenci Marsha. bahkan ia mencintainya, dengan cara yang tenang, yang lembut, yang diam. Tapi Poltak tahu: mencintai bukan selalu tentang memiliki, dan mencintai dari ruang kosong hanya akan melukai dua kali.
Marsha mengangguk. tidak marah, tidak kecewa. Karena mungkin, cinta memang seperti itu: kadang datang tidak pada waktunya, dan pergi tanpa pamit. Ia menggenggam tangan Poltak sejenak, hangat, seperti matahari terakhir sebelum musim hujan datang.
Lalu mereka berpisah. bukan dengan dendam, bukan dengan drama. Hanya dengan keheningan yang menyimpan lebih banyak kebenaran daripada seribu kata perpisahan. Dan malam itu, kota kecil itu kembali tenggelam dalam sunyi, sementara dua hati yang sempat bersilang kembali berjalan ke arah yang berlawanan, masing-masing membawa luka yang tidak akan pernah DICERITAKAN kepada siapa pun.
Karena tidak semua cinta harus DITAMBATKAN. Beberapa hanya datang untuk tinggal sebentar, meninggalkan jejak, lalu hidup selamanya sebagai puisi yang tak selesai.
Kota Sejuta bunga, August 2024
Komentar
Posting Komentar