kita yang tak jadi kita
“kita yang tak jadi kita“
Hari itu berlalu seperti mimpi buruk yang tidak selesai-selesai. Aku masih mengingat sorot matanya saat ia mengucapkan kalimat terakhirnya. Bukan sorot marah, bukan kecewa, tapi... kosong. Seolah ia telah mengubur harapan yang dulu kami tanam bersama.
Anggi, perempuan yang selama ini kupeluk dalam doa. Perempuan yang kerap membuat aku ingin pulang lebih cepat, hanya agar bisa mendengar suaranya bercerita soal hari-harinya. Kini, ia memilih pergi. Bukan karena ada orang ketiga. Bukan juga karena kami tak saling cinta. Tapi mungkin... karena kami tak lagi searah.
Kata orang, cinta yang sehat adalah yang saling menguatkan. Tapi apa jadinya kalau satu-satunya sandaran mulai merasa lelah? Di titik itulah aku sadar, kadang, cinta tak cukup untuk membuat dua orang tetap tinggal.
Aku mencoba mengejar jawabannya ke banyak tempat. Menyusuri jejak yang pernah kami lalui. Kafe tempat pertama kali kami bertemu, halte tempat kami berdebat soal film, dan jalanan kota, tempat ia dulu bilang,
“Pokoknya, nanti kita harus lulus sama sama, kerja sama sama”,
Lucu ya, sekarang yang tersisa cuma ingatan .
Aku tak menyalahkannya. Mungkin ada ruang dalam dirinya yang tak bisa lagi kuisi. Mungkin ada luka yang tak mampu kusentuh. Dan mungkin... dia benar. Mungkin memang versi terbaik kami bukan yang bersama.
Sekarang aku di sini, masih di tanah yang sama, sendirian. Menjalani hari-hari yang hampa tanpa tawa renyahnya. Kadang aku membayangkan, bagaimana kalau aku menyusulnya, mengetuk pintunya, dan bilang, "Ayo kita mulai dari awal." Tapi logika selalu mengalahkan rasa. Karena cinta yang dewasa tahu kapan harus berhenti.
Anggi, jika kau membaca ini, meskipun kecil kemungkinan, aku ingin kau tahu: Aku tidak pernah menyesal mencintaimu. Kau tetap bagian terindah dari perjalanan hidupku. Dan meskipun kini kita berada di jalan berbeda, aku akan tetap mendoakanmu… seperti dulu.
Karena cinta sejati tak selalu harus bersama. Kadang, cukup mengikhlaskan, dan percaya... bahwa Tuhan memang punya versi terbaik untuk kita masing-masing. Sampai jumpa, di kehidupan yang mungkin tak pernah saling menoleh lagi. Tapi bila kelak kita bertemu, aku harap tak ada luka yang tersisa. Hanya senyum kecil dan doa yang terucap dalam diam.
– Poltak dalam seri kisah cintanya
Komentar
Posting Komentar