_Jalan Sunyi Poltak
Poltak bukan orang yang istimewa di mata banyak orang. Ia tak pernah jadi juara lomba, tak punya banyak gelar, dan wajahnya pun mudah dilupakan orang. Tapi Poltak tahu satu hal, hidup ini bukan soal siapa yang paling cepat atau siapa yang paling hebat. Hidup, baginya, adalah tentang menemukan arti.
Ia tinggal di sebuah kampung kecil di pinggir danau. Setiap pagi, ia berjalan kaki ke ladang dengan sebungkus nasi dan sebotol air. Banyak orang bertanya, “oo Pol, kenapa kau nggak pindah ke kota? Cari kerja yang lebih menjanjikan!”. Poltak hanya tersenyum dan menjawab dalam hatinya, “Di sini aku bisa mendengar suaraku sendiri.”
Suatu hari, ia duduk di bawah pohon mangga tua sambil memandang danau. Seorang pemuda dari kota datang menghampirinya. “bangg poltakk, udah kek mana sekarang? apa gak bosan gini gini aja?” tanya pemuda itu dengan heran.
Poltak tertawa kecil. “Diboto ho do kedan, Aku dulu pernah coba jadi seperti orang lain. Aku pergi ke kota, kejar ini itu, puaskan keinginan orang-orang agar mereka bilang aku berhasil. Tapi setiap malam aku merasa kosong. Aku kehilangan diriku.”
Pemuda itu diam.
Poltak melanjutkan, “Jadi aku pulang. Aku mulai bertani, menanam pohon, mendengarkan angin. Aku belajar menerima diriku apa adanya, bukan karena pujian, bukan karena sorak-sorai. Dan disunyi itu, aku temukan damai.”
Pemuda itu bertanya lagi, “kalok kek gitu, Apa artinya hidup menurut abang?”
Poltak menatap danau, lalu berkata pelan, “Makna hidup itu bukan di ujung jalan, tapi di setiap langkah yang kita HAYATI. Saat kita berhenti MENIRU orang lain dan mulai mendengar suara hati kita sendiri, di situlah makna mulai tumbuh.”
Hari itu, pemuda itu tak banyak bicara lagi. Tapi di wajahnya tampak tanda tanya yang mulai berubah jadi PERENUNGAN.
Dan Poltak, seperti biasa, melanjutkan hidupnya. Sunyi, tapi sarat makna. Ia tahu, bukan banyaknya LANGKAH yang penting, tapi arah dan isi dari langkah itu sendiri.
“Poltak dengan segala ceritanya_
Komentar
Posting Komentar